A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Bercerita merupakan salah satu bentuk kemampuan berbicara.
Demikian pula Kompetensi Dasar (KD) bercerita dengan alat peraga, materi kelas
VII semester I, tentunya berdasar pada pengertian kemampuan berbicara, yaitu
kemampuan mengomunikasikan gagasan yang berkembang dari pengamatan terhadap
alat peraga.
Berdasarkan
pengalaman di lapangan diketahui bahwa kemampuan siswa dalam
bercerita masih sangat rendah. Hal ini diketahui pada saat siswa menyampaikan cerita
di depan kelas dengan
bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi cerita yang disampaikan oleh siswa tersebut
kurang jelas. Siswa bercerita tersendat-sendat sehingga isi cerita menjadi tidak jelas. Ada pula di antara
siswa yang tidak mau bercerita di depan kelas.
Padahal kalau sebuah cerita dibawakan dengan tidak jelas atau tersendat-sendat,
maka cerita tersebut kurang dapat dinikmati oleh pendengar cerita. Apalagi untuk berbicara di depan
kelas, para siswa belum menunjukkan keberanian dan minimnya
kemampuan untuk mendeskripsikan alat peraga yang akan dipakai.
Namun dalam pembelajaran, biasanya pembelajaran yang
menggunakan pendekatan konvensional mengakibatkan minimnya pemahaman siswa
tentang teknik bercerita yang baik. Hal tersebut mengindikasikan belum adanya
proses kerja yang terstruktur/sistematis. Sehingga bermuara pada
ketidaktuntasan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia terutama dalam
Meningkatkan Kemampuan Bercerita Siswa. Maka, penulis merekomendasi pendekatan SAVI.
Melalui penerapan SAVI, diharapkan akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap
teknik bercerita yang baik, membimbing siswa untuk bekerja sistematis, dan
efektif. Selain peningkatan kemampuan bercerita siswa, menggunakan pendekatan SAVI
akan menambah rasa percaya diri bagi siswa sehingga dapat menjadi bekal untuk
pengembangan diri mereka.
2.
Rumusan masalah
Dari latar belakang tersebut maka penulis dapat membuat rumusan
masalah, Bagaimana menerapkan teknik SAVI dalam pembelajaran bercerita dengan
alat peraga?
3.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah menjelaskan penerapan teknik SAVI dalam pembelajaran bercerita
dengan alat peraga.
B.
PEMBAHASAN
1.
Aspek-aspek bercerita
Salah satu unsur
penting dalam seluruh
rangkaian dalam efektivitas
yang ditempuh dalam bercerita adalah memilih tema cerita yang
baik. Tema yang baik adalah tema-tema
yang terdapat di dalam cerita banyak dikenal oleh masyarakat dan tidak semuanya
baik untuk diceritakan
kepada siswa. Cerita yang baik
memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a.
Aspek
Relegius (agama)
Dalam memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini tidak
dapat diabaikan mengingat tema cerita yang dipilih merupakan sarana pembentukan
moral. Jika aspek agama ini kurang
diperhatikan keberadaanya, maka
dikhawatirkan anak akan memperoleh informasi-informasi yang
temanya tidak baik, bahkan ada kemungkinan cerita yang demikian dapat merusak
moral anak yang sudah baik.
Bagi kalangan keluarga muslim tema cerita
yang dipilih tidak
hanya karena gaya ceritanya saja, melainkan harus sarat dengan
nilai-nilai ajaran Islam. Kini upaya menenggelamkan pengaruh cerita yang
temanya tidak baik dan dapat merusak aqidah dan akhlak anak.
b. Aspek
Pedagogis (Pendidikan).
Pertimbangan
aspek pendidikan dalam
memilih tema cerita
juga penting, sehingga dari tema cerita diperoleh dua keuntungan, yaitu
menghibur dan mendidik anak dalam waktu
yang bersamaan. Disinilah
letak peran pencerita
untuk dapat memilih tema
cerita dan menyampaikan pesan-pesan
didaktis dalam cerita.
Unsur mendidik, baik secara
langsung ataupun tidak
langsung terimplisit dalam
tema dongeng.
c. Aspek
Psikologis
Mempertimbangkan
aspek psikologis dalam
memilih tema cerita
sangat membantu perkembangan jiwa
anak. Mengingat anak adalah manusia yang
sedang berkembang. Maka secara
kejiwaan tema ceritapun disesuaikan
dengan kemampuan berfikir,
kestabilan emosi, kemampuan
berbahasa serta tahap
perkembangan pengetahuan
anak dalam mengahayati
cerita tersebut. Cerita
yang baik dapat mempengaruhi perkembangan anak.
2.
Teknik-teknik Bercerita dengan alat peraga
Cerita sebaiknya diberikan
secara menarik dan
membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan
tanggapan setelah guru selesai bercerita.
Cerita akan lebih
bermanfaat jika dilaksanakan
sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan anak.
Adapun teknik bercerita dengan alat peraga sebagai berikut:
1)
Bercerita
dengan alat peraga langsung
Alat peraga
dalam pengertian ini
adalah beberapa jenis
hewan atau benda-benda
yang sebenarnya bukan
tiruan atau berupa
gambar-gambar. Penggunaan alat peraga
langsung untuk memberikan
kepada anak suatu
tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam
cerita. Dalam bentuk cerita ini guru sebaiknya menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut :
a)
Alat peraga
diperhatikan dan diperkenalkan terlebih dahulu pada anak didik.
b)
Guru
menjelaskan dengan singkat
melalui tanya jawab
dengan mengenalkan objek yang
akan diceritakan.
c)
Alat
peraga kemudian disimpan
sebelum guru bercerita
dan mengatur posisi duduk anak didik.
2)
Bercerita
dengan gambar
Bercerita dengan gambar
hendaknya sesuai dengan
tahap perkembangan anak, isinya
menarik, mudah dimengerti
dan membawa pesan,
baik dalam hal pembentukan prilaku positif maupun
pengembangan kemampuan dasar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
bercerita dengan gambar adalah :
a)
Gambar harus
jelas dan tidak terlalu kecil.
b)
Guru
memperhatikan gambar tidak terlalu tinggi dan harus terlihat.
c)
Gambar-gambar
yang digunakan harus menarik.
d)
Gambar yang
ditutup setiap kali guru memulai kembali.
3)
Bercerita
dengan menggunakan buku cerita
Bercerita dengan
buku dilakukan dengan membacakan cerita dari sebuah buku cerita
bergambar. Dalam buku
cerita bergambar biasanya
terdapat tulisan kalimat-kalimat
pendek yang menceritakan secara singkat gambar tersebut. Kegiatan
membacakan cerita ini
dilakukan karena kebanyakan
anak usia pra-sekolah
gemar akan cerita yang
dibacakan oleh guru
atau orang dewasa
lainya. Ada dua hal
yang harus diperhatikan oleh guru dalam membacakan cerita, seperti :
a)
Buku cerita
dipegang dengan posisi yang dapat dilihat semua anak.
b)
Ketika memegang
buku guru tidak
boleh melakukan gerakan-gerakan seperti bercerita
tanpa alat peraga,
intonasi dan nada
serta mimik gurulah yang berperan
di samping gambar-gambar dan kalimat-kalimat dalam buku untuk membantu fantasi
anak.
3.
Pendekatan SAVI
a.
Prinsip
Pendekatan SAVI
Belajar dengan menggunakan totalitas aktivitas yaitu
menggunakan gerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indera
sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh, serta pikiran terlibat dalam
belajar. Belajar seperti ini lebih efektif daripada belajar berdasarkan
ceramah, menulis, dikte, menyajikan materi dan menggunakan media.
1)
Belajar
dengan Totalitas Kecerdasan
Gerakan fisik dapat
meningkatkan proses mental. Bagian otak siswa terlibat dalam gerakan tubuh
yaitu korteks motor yang terletak tepat di sebelah bagian otak yang berfungsi
untuk berikir dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu menghalangi gerakan tubuh,
berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal. Sebaliknya, dengan
melibatkan gerakan tubuh dalam belajar, cenderung akan membangkitkan totalitas
kecerdasan yang teradu dalam ribadi siswa.
2)
Jangan
Dibiarkan Siswa Terus Menerus Duduk.
Siswa adalah seorang anak manusia yang hebat, karena pada
dirinya menggunakan seluruh tubuhnya dan semua inderanya untuk belajar.
Bagaimana apabila seorang siswa belajar hanya dengan duduk untuk mendengarkan
ceramah atau menulis, atau menghadapi buku paket, atau komputer?
Perlakuan semacam itu akan
tidak jauh berbeda dengan ketika guru sedang mengikuti penataran atau diklat,
hanya dengan duduk, mendengarkan ceramah, dan menulis di kursinya. Guru yang
seerti ini akan mengalami gangguan yang terkadang bisa mengantuk, karena otak kurang
bekerja dan berpikir, yang seolah-olah otak beristirahat. Akibat otak
istirahat, maka anggota tubuh yang lainnya akan istirahat sebagaimana instruksi
dari otaknya. Untuk itu usahakan selama dalam proses pembelajaran aktifkan
gerak tubuh siswa, supaya otakun ikut belajar.
b.
Unsur
Pendekatan SAVI
Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan SAVI adalah pembelajaran dengan menggabungkan gerakan fisik dan
aktivitas intelektual serta penggunaan semua indera. Unsur-unsur dari pendekatan
SAVI ini terdiri dari:
-
S =
somatis (belajar dengan bergerak dan berbuat)
-
A = Auditori
(belajar dengan berbicara dan mendengar)
-
V =
Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan)
-
I
= Intelektual (belajar dengan
memecahkan masalah dan merenung)
1)
Belajar
dengan Somatis
Kata “Somatis” berasal dari Yunani, yang artinya tubuh. Maka
belajar dengan somatis berarti belajar dengan menggunakan anggota tubuh,
melibatkan indera, gerak, yang secara praktis melibatkan fisik, dan menggunakan
serta menggerakkan anggota tubuh sewaktu belajar. Dengan penerapan somatis ini,
berarti dengan menggerakkan fisik tubuh akan menggerakkan otak, dan apabila
tubuh tidak bergerak, mengakibatkan otak tidak beranjak dan tidak berfikir.
2)
Belajar
dengan Auditori
Dengan tidak disadari, bahwa telinga terus menerus menangkap
dan menyimpan informasi. Dan ketika bersuara dengan berbicara, beberapa area penting
di otak menjadi aktif.
Belajar dengan auditori adalah belajar dari suara, dialog,
membaca keras, bercerita, berbicara dengan dirinya sendiri, mengingat bunyi,
mengingat lagu, mengingat irama, mendengarkan kaset atau CD, dan membaca di
dalam hati.
Merancang pembelajaran dengan auditori yang menarik dengan
cara mencari cara mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari,
menyuruh siswa menerjemahkan pengalaman dengan suara, meminta membaca, mengajak
berbicara ketika memecahkan masalah, diajak berbicara ketika membuat model, dan
berbagai kegiatan lainnya yang mengandung unsur suara dan mendengarkan suara.
3)
Belajar
dengan Visual
Belajar dengan visual berarti
belajar penggunaan indera, khususnya mata, untuk melihat, memerhatikan, dan
mengamati. Belajar dengan menggunakan visual atau pencitraan (simbol) akan
lebih baik dari pada yang tidak menggunakannya. Data hasil survey menunjukkan
bahwa yang menggunakan visual mencapai 12% untuk daya ingat jangka pendek,
sedangkan yang tidak menggunakannya kurang dari 12%. Selain itu bagi yang
menggunakan visual bisa mencapai 26% untuk daya ingat jangka panjang, sedangkan
yang tidak menggunakannya kurang dari 26%. Maka mengingat hal itu, upayakan
pembelajaran terhadap siswa itu dengan menggunakan visual, sekalipun sederhana.
Setiap siswa akan lebih mudah
paham atau menguasai isi pembelajaran, aabila dapat melihat langsung atau nyata
terhada sesuatu yang sedang dibicarakan atau dijelaskan guru, yang terlihat
pada buku pelajaran atau pada program komputer. Pembelajaran dengan visual
aling baik, apabila siswa dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, foto,
peta, peta konsep, gambar dan berbagai gambar lainnya yang tamak ketika
digunakan dalam pembelajaran.
Bahkan terkadang, siswa dapat
belajar lebih baik lagi, apabila siswa menciptakan peta konsep, diagram, ikon,
dan hasil gambar (pencitraan) buatan sendiri dan hal-hal yang telah atau sedang
mereka pelajari.
Selain itu, pembelajaran dengan
visual daat dilaksanakan dengan cara meminta bantuan siswa untuk mengamati
situasi dunia nyata, kemudian diminta untuk memikirkannya serta membicarakan
situasi tersebut, menggambarkan proses, prinsip, makna, dan rumus
perhitungannya.
4)
Belajar
dengan Intelektual
Belajar dengan intelektual
bukan berarti blajar tanpa emosi, rasionalistis, berhubungan, dan akademis.
Belajar intelektual menunjukkan hal-hal yang dilakukan siswa dalam ikiran
mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan.
Belajar dengan intelektual
berarti penggunaan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut.
Selain itu, intelektual di sini diartikan sebagai perenungan diri, menciptakan,
memecahkan masalah, dan membangun makna. Sehingga unsur intelektual di sini
terdiri dari:
a)
Menciptakan
makna dalamm pikiran,
b)
Berpikir
menyatukan pengalaman,
c)
Menciptakan
jaringan saraf baru,
d)
Menghubungkan
pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh menjadi makna baru bagi
dirinya sendiri,
e)
Mengubah pengalaman
menjadi pengetahuan,
f)
Mengubah
pengetahuan menjadi pemahaman,
g)
Mengubah
pemahaman menjadi kearifan.
Aktivitas
yang dapat melatih aspek dan unsur intelektual di antaranya dengan:
a)
Memecahkan
masalah,
b)
Menganalisis
pengalaman,
c)
Melahirkan
gagasan,
d)
Merumuskan
pertanyaan,
e)
Merumuskan
hipotesis,
f)
Menerapkan
gagasan, dan
g)
Meramalkan
implikasi akibat suatu peristiwa.
5)
Pola SAVI Terhadap Pembelajaran Bercerita
Dari keempat aspek atau unsur
SAVI itu harus dilaksanakan keseluruhan dalam satu pembelajaran, agar pembelajaran
yang dilaksanakan setiap pertemuan bisa optimal. Supaya pendekatan SAVI
terlaksana secara optimal pada pembelajaran bercerita, maka salah satu pola
penerapannya tampak seperti tabel berikut ini:
Materi
pokok berdasar SK/KD
|
Somatis
(bergerak
dan berbuat)
|
Auditori
(Berbicara
dan mendengar)
|
Visual
(mengamati
dan menggambarkan)
|
Intelektual
(memecahkan
masalah dan merenung)
|
Bercerita
dengan alat peraga
|
1.
siswa
membuat alat peraga.
2.
Siswa
bercerita sambil memeragakan alat peraga yang telah dibuat
|
1.
Siswa mendengarkan
penjelasan tentang bercerita dengan alat peraga.
2.
Siswa
mendengarkan penjelasan guru tentang alat peraga yang dapat digunakan untuk
bercerita
3.
Siswa
mendengarkan contoh cerita yang yang menggunakan alat peraga.
4.
Siswa mengemukakan
pendapatnya dalam diskusi ketika memilih cerita yang dikehendaki
5.
Siswa mengemukakan
pendapat dalam diskusi ketika menentukan pokok-pokok cerita.
6.
Siswa
bercerita di depan kelas
7.
Siswa
memberikan apresiasi terhadap penampilan temannya
|
1.
Siswa
mengamati contoh alat peraga yang dibuat oleh guru
2.
Siswa
mengamati pemodelan dari guru tentang cerita dengan alat peraga.
3.
Siswa
mengamati dan membaca cerita anak yang akan disampaikan.
4.
Siswa
mengamati penampilan dari teman-temannya dalam bercerita.
|
1.
Siswa
merenung untuk memilih cerita yang akan dibawakan.
2.
Siswa
merenung untuk menentukan pokok-pokok cerita yang telah dipilih
3.
Siswa
merenung untuk menentukan alat peraga yang cocok untuk cerita yang akan
dibawakan
|
6)
Langkah-langkah Pembelajaran Bercerita dengan alat peraga
dengan pendekatan SAVI
Pertemuan
Pertama
1
|
Pendahuluan
|
|
a.
Guru
mengkondisikan siswa dan memberikan motovasi
b.
Guru
membentuk siswa menjadi beberapa kelompok (satu kelompok terdiri dari 3-4
siswa)
c.
Guru
menjelaskan tentang bercerita dengan alat peraga dan siswa mendengarkan
d.
Guru menjelaskan
dan memperlihatkan contoh alat peraga yang dapat dipergunakan dalam
bercerita, siswa mendengarkan dan mengamati
e.
Guru
memperlihatkan/menampilkan seorang pencerita (model) yang bercerita dengan
alat peraga, siswa mendengarkan dan mengamati.
|
2
|
Inti
|
|
a.
Guru
menyediakan 3 jenis cerita dan siswa dipersilakan untuk memilih cerita yang
dikehendaki (siswa berdiskusi dalam memilih cerita).
b.
Siswa
secara berkelompok mengamati dan membaca cerita anak yang telah dipilih.
c.
Siswa
berdiskusi dan berpikir menentukan pokok-pokok cerita yang telah dipilih.
|
3
|
Penutup
|
|
a.
Guru dan
siswa mengadakan refleksi terhadap pembelajaran.
b.
Guru
menugasi siswa secara individu untuk merenungkan dan membuat alat peraga
sesuai cerita yang dipilih
|
Pertemuan
kedua
1
|
Pendahuluan
|
|
a.
Guru mengkondisikan
dan memotivasi siswa
b.
Guru
bertanya jawab dengan siswa tentang kegiatan pembelajaran pada pertemuan
pertama
|
2
|
Inti
|
|
a.
Siswa maju
satu per satu untuk memeragakan cerita dengan alat peraga. (dalam bercerita,
alat peraga diupayakan dapat digunakan secara maksimal)
b.
Siswa yang
tidak mendapat giliran maju, mengamati penampilan dan memberikan apresiasi
|
3
|
Penutup
|
|
a.
Siswa dan
guru melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan.
|
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
a.
Dalam
memilih cerita yang disampaikan harus memperhatikan tiga aspek, yaitu: aspek
religius, aspek pedagogis, dan aspek psikologis.
b.
Pendekatan
SAVI pembelajaran dengan menggabungkan gerakan fisik dan aktivitas intelektual
serta penggunaan semua indera.
c.
Pendekatan
SAVI dapat digunakan dalam pembelajaran bercerita dengan alat peraga.
2.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan, penulis menerima masukan dan kritikan untuk penyempurnaan makalah
ini.
Harapan penulis, makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat
dan memberi pengetahuan baru tentang pengajaran bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Takari, Enjah. 1990. Pembelajaran
IPA dengan SAVI dan kontekstual. Bandung: Genessindo